Thursday, March 15, 2012

A. Ukuran Kedewasaan Calon Suami Istri

Tidak ada ketentuan pasti tentang ukuran kedewasaan dan usia ideal dalam pernikahan. Namun ukuran kedewasaan seseorang biasanya ditentukan dengan masa balig, yaitu menstruasi untuk wanita dan mimpi basah (keluarnya sperma) untuk pria. Namun masa baligh untuk pria dan wanita cenderung berbeda. Masa baligh pria cenderung lebih lambat sekitar 3-5 tahun. Disaat wanita sudah mengalami menstruasi, para pria remaja masih asyik dengan main layang-layang, kelereng atau minum susu kotak.
Masa baligh akan mempengaruhi dalam prilaku terhadap lawan jenisnya. Rasa ketertarikan mulai tumbuh. Efek sampingnya berupa kangen, cemburu, benci dan dendam. Tergantung masing-masing menyikapinya.
Selain dilihat dari masa baligh, kedewasaan seseorang juga bisa ditinjau dari faktor usia. Di Indonesia setelah lahirnya Undang-Undang Perkawinan telah ditentukan bahwa perkawinan hanya di izinkan jika pihak laki-laki sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah berusia 16 tahun. Penyimpangan batasan umur ini dapat dimintakan dispensasi kepada pengadilan oleh kedua belah pihak orang tua pria dan perempuan.
Kemudian kedewasaan seseorang juga bisa dilihat dari beberapa faktor lain, faktor lingkungan dan keluarga juga dapat mempengaruhi kedewasaan seseorang. Contohnya saja, anak tunggal atau anak bungsu cenderung manja walaupun umurnya sudah tua, dan sebaliknya seorang anak kecil akan mendadak dewasa manakala mengalami cobaan hidup berat, misalnya anak yatim piatu atau fakir miskin.
Terkait dengan usia dewasa, usia itu sangat menitik beratkan pada segi kesehatan, kematangan biologis sehingga sebaiknya usia pria minimal 25 tahun dan wanita 20 tahun karena usia ini dipandang memasuki tahapan awal. Hingga timbul teori pernikahan dikalangkan masyarakat, bahwa selisih umur pasangan suami istri adalah 3-5 tahun dimana pria lebih tua. Logikanya makin tinggi usia nikah maka makin matang pula aspek fisiknya dan lebih siap untuk melakukan proses reproduksi.
Selain itu, usia 21 juga merupakan awal usia kedewasaan dengan pertambahan usia ini diharapkan keadaan psikologis dan kepribadiannya semakin matang.

B. Urgensi Kedewasaan Calon Mempelai dalam Pernikahan
Pernikahan adalah masalah penting dalam menentukan kebahagiaan rumah tangga, dimana hal itu menuntut adanya persiapan mental yang matang dalam membina rumah tangga karena pasangan suami istri tidak akan mampu melaksanakan tujuan perkawinan sebelum mereka mencapai usia dewasa.
Hubungannya dengan faktor psikologis, kedewasaan dan kematangan kepribadian sangat diperlukan, karena banyak kasus keretakan rumah tangga terjadi akibat pernikahan usia dini, dimana kedua belah pihak masih rentan dan masih belum mampu mandiri dalam memikul tanggung jawab keluarga.
Dalam pernikahan yang perlu diperhatikan bukan saja kematangan fisik dan psikologis namun juga faktor sosial, khususnya kematangan sosial ekonomi. Seseorang yang telah berani membentuk rumah tangga berarti berani pula menghidupi anak dan istrinya. Dan jika kematangan ekonomi belum dipenuhi biasanya akan menimbulkan persoalan dikemudikan hari yang berdampak pada keretakan hubungan suami istri.
H. S. A al Hamdani (Risalah Nikah; 2002) mengatakan bahwa kewajiban orang tua adalah mendidik anak, mempersiapkan mereka supaya dapat mempersiapkan diri dalam membina rumah tangga sejahtera hidup bahagia, bukan rumah tangga yang di dukung oleh mereka yang belum tahu urusan agama dan dunia mereka. Mereka di kawinkan hanya untuk kepentingan materi, seperti supaya mendapatkan warisan dan lainnya. Perkawinan yang awalnya jelek akibatnya pun jelek, hanya akan menimbulkan penyesalan, kesengsaraan, kekacauan rumah tangga, penderitaan tiada akhir, dan tidak akan berlangsung lama.

C. Dampak Pernikahan Yang Mengabaikan Kedewasaan
Adanya aturan mengenai pemberian batas usia minimal seseorang bukanlah tanpa alasan yang jelas, hal ini sangat berpengaruh terhadap kelangsungan keluarga yang bersangkutan terutama pihak perempuan. Dijelaskan oleh Moh. Jusuf Hanafiah (dikutip Nani Soewondo) dalam pidatonya mengemukakan antara lain:
1. Sebagai faktor-faktor yang menurut penelitian dapat menimbulkan kanker leher rahim (KLR) pada wanita ialah di antaranya kawin pada usia muda/ coitus pada usia muda.
2. Dalam hubungannya dengan UUP yang menetapkan batas umur kawin 16 tahun untuk wanita, dapat menimbulkan kerugian sebagai berikut:
a. Pada usia 16 tahun seorang wanita sedang mengalami masa pubertas bahkan ada di antara mereka yang baru pertama kali mendapat haid. Sehingga pada usia 16 tahun sebenarnya mereka belum siap mental dan fisiknya untuk menjadi ibu rumah tangga.
b. Pada usia 16 tahun berarti bahwa wanita tersebut paling tinggi baru memperoleh pendidikan 9 tahun dan sebagian besar putus sekolah setelah berumah tangga. Padahal pendidikan pada wanita mempengaruhi berbagai hal, di antaranya pendidikan anak-anak dan keberhasilan program keluarga berencana serta ke pendudukan.
c. Kawin pada usia muda memberikan peluang kepada wanita belasan tahun untuk hamil dengan risiko tinggi, karena pada kehamilan wanita usia belasan tahun komplikasi-komplikasi pada ibu dan anak seperti anemia, praeklamasi, oklamei, abortus, paratur prematurus, kematian, printal, pendarahan dan tindakan operasi obstetrik lebih sering dibandingkan dengan golongan umur 20 tahun ke atas.
d. Kawin pada usia muda berarti memperpanjang kesempatan reproduksi. Sedangkan menunda perkawinan berarti memperpendek masa reproduksi. Dengan menunda perkawinan dan hidup berkeluarga kecil, maka akan jelas pengaruhnya terhadap laju pertumbuhan penduduk.

Namun pada referensi lain, bahwa calon suami atau istri harus berusia minimal 19 tahun, karena kematangan usia tersebut idealnya berupa hasil akumulasi kesiapan fisik, ekonomi, sosial, mental dan kejiwaan, serta agama dan budaya. Perkawinan membutuhkan kematangan yang bukan sekedar bersifat biologis, tetapi juga kematangan psikologis dan sosial. Sehingga tidak perlu adanya perbedaan tingkat usia antara laki-laki dan perempuan, karena perbedaan umur terutama perbedaan yang sangat senjang mengandung potensi pemerasan dan eksploitasi dari satu pihak. Karena mematok batas usia minimal tersebut supaya tidak bertentangan dengan UU No.4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak yang disebutkan dalam pasal 1 ayat 2, bahwa: anak adalah seorang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin.
Seperti keterangan di atas, mengapa perempuan harus menikah setelah usia 19 tahun, karena kawin pada usia dini bagi perempuan rentan menimbulkan risiko, baik bersifat biologis seperti kerusakan organ-organ reproduksi, kehamilan muda dan risiko psikologis berupa ketidakmampuan mengemban fungsi-fungsi reproduksi dengan baik. Di mana Indonesia tercatat sebagai negara yang sangat tinggi angka kematian ibu melahirkan. Hal ini bukan hanya karena faktor kekurangan gizi dan kurang sehatnya organ-organ reproduksi,tetapi juga masih kurang tepatnya dalam pemahaman keagamaan.
Padahal Nabi Saw sendiri menikah pada usia 25 tahun. Mengapa tradisi teladan yang baik tidak menjadi contoh bagi umatnya?...

0 comments:

Post a Comment