Friday, March 30, 2012

Lafaz yang digunakan dalam ijab qabul

Para ulama ahli fiqh berbeda pendapat mengenai redaksi yang digunakan dalam melaksanakan ijab dan qabul diantaranya:
Mazhab Hanafi berpendapat bahwa akad diperbolehkan dengan segala redaksi yang di dalamnya mengandung maksud untuk menikah, dan walaupun dengan menggunakan lafal al-tamlik (pemilikan), al-hibah (penyerahan), al-bay’ (penjualan), al-‘atha’ (pemberian), al-ibahah (pembolehan), dan al-ihlal (penghalalan). Yang pada intinya akad tersebut mengandung qarinah yang berhubungan atau menunjukkan arti nikah. Dan masih menurutnya suatu akad tidak sah apabila menggunakan lafal al-ijarah (upah), atau al-‘ariyah (pinjaman).
Sedangkan Imam Malik dan Imam Hambali berpendapat bahwa akad nikah dianggap sah apabila menggunakan lafal al-nikah dan al-zawaj serta lafal-lafal bentukannya. Dan diperbolehkan menggunakan lafal al-hibah dengan syarat harus disertai dengan penyebutan maskawin. Dan beliau berpendapat bahwa selain lafal-lafal tersebut maka akad dihukumi tidak sah. Mengenai Dalil diperbolehkannya akad nikah dengan menggunakan lafal al-hibah didasarkan pada QS. 33: 50 yaitu:

"dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada nabi kalau nabi mau mengawininya"

Sementara itu, Imam Syafi’i berpendapat redaksi akad harus menggunakan lafal al-tazwij dan al-nikah serta lafal-lafal bentukannya saja, selain dari kedua lafal tersebut maka akad nikah dianggap tidak sah.
Selain itu mazhab Imamiyah mengatakan bahwa ijab harus menggunakan lafal zawwajtu atau ankahtu dan harus dalam bentuk madhi, akad tidak diperbolehkan menggunakan lafal selain bentuk madhi karena inilah yang memberi kepastian.
Dalam hal pelaksanaan akad ulama Imamiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah mensyaratkan kesegeraan dalam melaksanakannya, maksudnya qabul harus dilakukan segera setelah ijab dan tidak terpisah (dengan perkataan lain).
Sementara itu Imam Malik berpendapat bahwa pemisahan yang sekedarnya tetap diperbolehkan, seperti dipisahkan oleh khutbah nikah yang pendek dan sejenisnya.
Dan perlu diketahui bahwa berdasarkan hukum asalnya ijab itu datangnya dari pihak perempuan sedangkan qabul datangnya dari pihak laki-laki, andaikata qabul didahulukan di mana pengantin laki-laki yang mengatakan pada wali dan wali menjawab atau menerima pernyataan tersebut (qabul) Imamiyah dan mazhab tiga lainnya menyatakan sah, sedangkan Imam Hambali mengatakan tidak sah.
c. Syarat Bagi Kedua Pihak Yang Melakukan Akad Nikah
Ulama sepakat mengenai syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan melaksanakan suatu akad pernikahan yaitu: berakal dan baligh, selain itu disyaratkan pula bahwa kedua mempelai harus terlepas dari keadaan-keadaan yang membuat keduanya diharamkan untuk menikah, baik karena disebabkan oleh adanya hubungan keluarga maupun hubungan lainnya, baik yang bersifat permanen atau sementara.
Syarat yang selanjutnya yaitu dalam melakukan akad harus pasti dan jelas orangnya, dan syarat yang terakhir ulama sepakat tidak diperbolehkan adanya paksaan dalam melaksanakan akad, kecuali Imam Hanafi yang memperbolehkan adanya paksaan dalam melakukan akad.

0 comments:

Post a Comment